Pemerintah Kabupaten Batubara menerbitkan dua buah buku tentang sejarah daerahnya. Buku pertama terbit tahun 2010 ditulis oleh Muhammad Yusuf Morna dengan judul 'Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa. Buku kedua terbit tahun 2014 ditulis ole Flores Tanjung, dkk berjudul 'Sejarah Batubara: Sejahtera Berjaya. Kedua buku tersebut diterbitkan oleh Kantor Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi Kabupaten Batubara. Karena kedua buku ini diterbitkan oleh pemerintah daerah, bisa dibilang kedua buku ini merupakan buku sejarah resmi kabupaten Batubara.
Pada buku yang ditulis Morna, sejarah Kedatukan Tanjung Limau Purut dibahas dalam bab tersendiri yaitu bab XIX halaman 99-106. Sementara dalam buku Flores dkk, perihal Tanjung Limau Purut terdapat dalam Bab 1: Batubara Tempoe Doeloe halaman 141-143 dalam sub bab 'Tanjung Limau Purut'.
Buku yang ditulis Morna menjelaskan bahwa rombongan pemukim pertama Tanjung Limau Purut berasal dari Sungai Kuantan sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
'Suatu rombongan perahu berasal dari Sungai Kuantan berlayar menyusuri pantai timur Sumatra, dipimpin oleh yang bernama Datuk Umar Pelangki beserta istri. Dalam rombongan ini kuga ada Datuk Mat janggut dan istrinya bernama Cik Kulo, adik dari Datuk Umar Pelangki juga disertai Datuk Makbut dan istrinya Cik Putih serta nakhoda Indrajaya dengan istrinya Cik Saidah.'
'Rombongan kecil ini setelah beberapa lama meninggalkan kampung halaman mereka di Negeri Minangkabau yang akhirnya samapi ke suatu kuala/muara sungai pesisir Selat Malaka' (halaman 99 paragraf 1 dan 2).
Dari penjelasan dia atas, dapat diketahui bahwa rombongan yang dipimpin Datuk Umar Pelangki berasal dari sungai Kuantan. Pada penjelasan selanjutnya disebutkan bahwa mereka meninggalkan kampung halaman mereka di Negeri Minangkabau. Keterangan ini menimbulkan ambigu, apakah rombongan kecil itu berasal dari suatu wilayah di pinggiran Sungai Kuantan ataukah dari Minangkabau. Tidak ada penjelasan lebih jauh tentang hal ini.
Sebagaimana diketahui sungai Kuantan (Batang Kuantan) berada di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. Sungai dengan panjang lebih kurang 500 kilometer ini berhulu di Danau Singkarak Sumatera Barat (Minangkabau). Dibagian hulu sungai ini bernama Batang Ombilin kemudian bertemu dengan Batang Sinamar. Aliran dari pertemuan kedua sungai disebut Batang Kuantan. Muara Batang Kuantan berada di Pantai Timur Sumatera, di wilayah Indragiri Hilir.
Flores dkk dalam bukunya juga menyebutkan bahwa rombongan tersebut dari Negeri Kuantan (hal.40). Bukan berasal dari Sungai Kuantan sebagaimana yang ditulis Morna. Sayangnya buku tersebut juga tidak menjelaskan lebih detuk negeri Kuantan yang mana. Mengingat Kuantan sebagai sebuah nama negeri atau nama wilyah terdapat baik di Indonesia maupun Malaysia.
Mengenai tujuan akhir rombongan Datuk Umar Palangki dan penamaan wilayah yang mereka tempati, Morna memaparkan dalam halaman 99 paragraf 2, 3 dan 4 sebagai berikut:
'...Akhirnya sampai ke suatu kuala/muara sungai besar di pesisir Selat Malaka. D situ mereka menemukan pesisir pantai yang jauh menjorok ke laut. Selanjutnya rombongan ini bergerak mudik ke hulu sungai mencari tempat yang layak untuk dibuat tempat mendarat dan juga elok dijadikan tempat menetap.
'Di sekitar semak tak jauh dari pematang yang berpasir juga ditemui pepohonan, diantaranya pohon limau purut yang kebetulan sedang berbuah....mereka memberi nama kepada daerah tersebut kampung Limau Purut.'
'Perpaduan antara beting yang menjorok ke laut dan terdapatnya pohon limau purut di pinggiran pematang itu, menjadikan kampung ini akhirnya disebut Tanjung Limau Purut.'
Penjelasan yang kurang lebih sama juga dipaparkan oleh Flores Tanjung dkk dalam bukunya pada halaman 41.
Baik Morna maupun Flores dkk, tidak memberikan satupun catatan kaki ataupun sumber yang jelas dalam menuliskan tentang sejarah Tanjung Limau Purut. Hal ini menyulitkan pembaca untuk mengetahui dari mana sumber cerita sejarah tersebut. Selain itu, dalam banyak hal, informasi atau keterangan yang berkaitan dengan Tanjung Limau Purut hampir seragam kecuali dalam hal narasi.
Tanah Merah, 18 Juni 2022
(Abdul Kahar Kongah)
0 Komentar