Senjakala Di Limau Purut


Foto: Ilustrasi

Pada tahun 1874 OK Ulung gelar Datuk Paduka Setia wafat. Kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya bernama OK Sendeh gelar Datuk Indera Setia sebagai raja atau datuk kelima Kedatukan Tanjung Limau Purut. Pada masa ini, perkebunan tembakau di wilayah tersebut sudah dibuka oleh Belanda. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Sofyan Tanjung sebagai berikut:

Dalam masa pemerintahan Datuk Sendeh, perkebunan tembakau telah mempunyai peranan penting di Tanjung Limau Purut. Masyarakatnya tidak lagi tertumpah perhatiannya untuk bertani tetapi telah menjurus kepada pekerja kebun tembakau. Masyarakat petani menjadi masyarakat perkebunan.

Pasca kepemimpinan OK Sendeh, peralihan kekuasaan di Tanjung Limau Purut terbilang cepat dan terkesan tidak alamiah. Selain itu, Contelir Belanda di Labuhan Ruku semakin berkuasa dalam menentukan siapa yang akan duduk sebagai datuk atau pemimpin di wilayah tersebut.

Ada perbedaan versi peralihan kekuasaan pasca meninggalnya OK Sendeh, antara lain:

1. Versi Sofyan Tanjung.

Setelah kematian Datuk Sendeh (OK Sendeh gelar Datuk Indera Setia) maka yang menjadi datuk selanjutnya (Datuk Keenam) dijelaskan sebagai berikut:

Datuk Sendeh tidak lama memegang pemerintahan karena meninggal dunia. Sebagai Datuk yang keenam pengganti Datuk Sendeh ialah putranya yang bernama Datuk Darus. Tidak lama kemudian Datuk Darus pun meninggal pula. Seharusnya ia digantikan oleh putranya yang bernama Datuk Zinal Abidin. Tetapi karena Datuk Zainal Abidin masih bersekolah di Sumatera Barat, maka kerajaan dipangkukan kepada Abdul Somad gelar Tengku Busu yaitu ipar dari Datuk Zainal Abidin (suami dari kakaknya Incik Bulan).

Setelah Datuk Zainal Abidin menamatkan sekolahnya dan pulang ke Tanjung Limau Purut, ia disambut dengan sebuah perayaan atau pesta penyambutan. Dalam pesta itu Datuk Zainal Abidin mendadak sakit dan meninggal dunia saat itu juga. Tampuk kekuasaan selanjutnya dipegang oleh Datuk Jafar, adik bungsu Datuk Zainal Abidin. Namun karena masih bersekolah di Bukit Tinggi, maka Abdul Somad gelar Tengku Busu masih menjadi pemangku.

Namun, setelah Datuk Jafar menamatkan sekolahnya, ia memilih tidak menduduki tahta dan menyerahkan kepada iparnya, Abdul Somad bergelar Tengku Busu sebagaimana penjelasan berikut:

Ketika tamat dari Bukit Tinggi secara rela hati menyerahkan Kerajaan Tanjung kepada iparnya (Abdul Somad gelar Tengku Busu). Sebabnya Datuk Jafar menyerahkan Kerajaan Tanjung kepada iparnya oleh karena dia sendiri diangkat sebagai pegawai di kantor controler di Batubara.

2. Versi Haji Muchtar Tanjung

Dalam versi Sofyan Tanjung di atas, dijelaskan bahwa  peralihan kekuasaan terjadi setelah OK Sendeh wafat. Sementara Haji Muchtar Tanjung memberi penjelasan yang berbeda. Suksesi terjadu semasa OK Sendeh masih hidup. Namun karena usia beliau sudah lanjut, maka ia turun tahta dan  dilanjutkan oleh anak-anaknya, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

Pada waktu itu Kerajaan Tanjung diliputi oleh awan kelabu dimana Datuk Sendeh telah mendekati hari tuanya, sebelum dia meninggal dunia kerajaannya akan diserahkan kepada penggantinya. Sepert Datuk Darus diangkat menjadi raja, selama empat tahun beliau pun wafat dan diangkatlah anaknya Datuk Zainal Abidin, tetapi tidak cukup umur dan wafat dalam waktu perai sekolah. Maka diangkatlah Datuk Tobo, tidak lama Datuk Tobo kenak penyakit jiwa (gila).

Pada makalahnya yang lain, Haji Muchtar Tanjung menjelaskan bahwa kematian Datuk Zainal Abidin akibat diracun. Penjelasan ini punya korelasi dengan penjelasan Sofyan Tanjung yang telah dipaparkan diatas sebagai berikut:

Setelah Datuk Zainal Abidin menamatkan sekolahnya dan pulang ke Tanjung Limau Purut, ia disambut dengan sebuah perayaan atau pesta penyambutan. Dalam pesta itu Datuk Zainal Abidin mendadak sakit dan meninggal dunia saat itu juga.

Setelah kematikan Datuk Zainal Abidin, tampuk kekuasaan turun kepada adiknya, sebagaimana dijelaskan Haji Muchtar Tanjung sebagai berikut:

...setelah itu adiknya, Datuk Djafar mau diangkat juga belum cukup umur dan masih sekolah OSVIA di Bukit Tinggi thn. 1920, selanjutnya Putri Datuk Sendeh diangkat menjadi Raja, sebagai Pemangkunya diangkatlah Tengku Busu sebagai Pemangku Raja Kerajaan Tanjung thn.1904. Setelah Datuk Djafar tammat dari sekolah, akan diangkatlah Datuk Djafar menjadi Raja. Akan tetapi Datuk Djafar menolak oleh karenan merasa kasihan kepada kakaknya Seri Bulan, biarlah Kerajaan ini dipangku oleh Abang Iparnya, suami dari Seri Bulan nama Tengku Busu.

3. Versi Morna

Dalam buku 'Sejarah Batubara Dari Masa Ke masa, Morna menulis :

Setelah Datuk Ulung yang bergelar Datuk Paduka Setia Diraja meninggal dunia, kedudukannya digantikan oleh putranya OK sondeh dengan gelar Datuk Indera Setia Pertama. Datuk sondeh seterusnya digantikan oleh OK Doras dengan gelar Datuk Indera Setia II. OK Doras anak pertama Datuk Sondeh dari istri pertamanya Incik Sudi. Setelah empat tahun memerintah, OK Doras berhenti. Penguasa Belanda menetapkan penggantinya OK Mat Bidin atau Zainal Abidin, anak dari istri kedua yang namanya Cik Urai. Setahun kemudian, Cik Tobo adik dari OK Doras yang selama ini pemangku negeri, meninggal dunia. Belanda menetapkan pemangku negeri selanjutnya adalah OK Somad bergelar Tengku Busu dan dinikahkan dengan Incik Bulan putri dari Datuk Sondeh dari istri keduanya Incik Urai, pada tahun 1903 untuk mengambil hati rakyat agar tidak merasa dipimpin oleh orang lain dan melindungi rencana buruk Belanda dalam menghilangkan kekuasaan para raja secara turun-temurun. (hal 102 dan 103)
 

Dari uraian diatas,diketahui bahwa setelah Datuk Sendeh wafat maka kepemimpinan diteruskan oleh anaknya bernama OK Doras. Tapi beliau hanya empat tahun memerintah dan kemudian berhenti. Namun tidak dijelaskan apa sebab beliau berhenti. Apakah beliau berhenti secara sukarela atau dipaksa berhenti oleh Belanda. Dari penjelasan ini juga diketahui bahwa kekuasaan Belanda sudah cukup kuat pengaruhnya dalam menentukan siapa yang akan memegang tampuk kekuasaan di Kedatukan Tanjung Limau Purut. Hal ini bisa kita lihat dari penjelasan Morna diatas, bahwa setelah OK Doras berhenti, Belanda menetapkan siapa pengganti selanjutnya.

4. Versi Flores Tanjung, dkk.

Dalam bukunya 'Sejarah Batubara: Bahtera Sejahtera Berjaya', Flores Tanjung, dkk., meulis:

Setelah OK Ulung mangkat, tampuk pimpinan jatuh ke putranya OK Sendeh dengan gelar Datuk Indera Setia, memiliki dua orang istri, Incik Sidi memperolah putra OK Darus dan istri kedua Incik Urai berputra Zainal Abidin (OK Mat Bidin). Sesudah OK Sendeh meninggal, tampuk kekuasaan dilanjutkan putranya OK Darus bergelar Datuk Indera Setia II. Setelah empat tahun berkuasa, beliau berhenti digantikan OK Mat Bidin atas penunjukan Belanda. Berhubung pada masa ini OK Mat Bidin belum akil balig, tampuk pimpinan dipangku OK Tobo (adik OK Darus). Setahun kemudian OK Tobo meninggal dunia, Belanda menunjuk Abdul Somad gelar Tengku Busu (jaksa negeri Kuala Tanjung) sebagai pemangku berikutnya. Karena bukan merasa putra daerah serta untuk menghindari suasana tidak kondusif dikalangan Kedatukan Tanjung Limau Purut, pada tahun 1903 Tengku Busu menikahi Incik Saribulan, putri pasangan OK Sendeh dan Incik Urai. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mengambil hati rakyat dan menutupi rencana Belanda menghilangkan kekuasaan para Datuk secara turun temurun. (hal.42 dan 43).

Sama halnya dengan Morna, flores Tanjung, dkk., menjelaskan bahwa pernikahan antara putri OK Sendeh, Incik Saribulan dengan Abdul Somad gelar Tengku Busu merupakan pernikahan (bernuansa) politik. Tujuannya semata-mata hanya untuk mengambil hati rakyat dan menutupi rencana Belanda terhadap Kedatukan Tanjung Limau Purut.   

Posting Komentar

0 Komentar