Modus dan Penyebab Korupsi Dana Desa

 



Kepala desa dan aparat desa berpotensi besar melakukan korupsi dikarenakan memiliki akses langsung dalam pengelolaan dana. Sebagaimana disebutkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 3 bahwa kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan.

Sahrir (2017) berpendapat bahwa kasus-kasus korupsi yang terjadi dalam pengelolaan dana desa, terdapat beberapa modus yang dilakukan antara lain,  

1. Membuat RAB (Rancangan Anggaran Biaya) di atas harga pasar, kemudian membayarkan berdasarkan kesepakatan yang lain;

2. Kepala Desa mempertanggung jawabkan pembiayaaan bangunan fisik dana desa yang bersumber dari dana sumber lain;

3. Meminjam sementara dana desa dengan memindahkan dana ke rekening pribadi kemudian tidak dikembalikan;

4. Pemotongan dana desa oleh oknum pelaku;

5. Membuat perjalanan dinas fiktif dengan cara memalsukan tiket penginapan/perjalanan;

6. Mark Up pembayaran honorarium perangkat desa;

7. Pembayaran ATK tidak sesuai dengan real cost dengan cara pemalsuan bukti pembayaran;

8. Memungut pajak, namun hasil pungutan pajak tidak disetorkan ke kantor pajak; dan

9. Melakukan pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun diperuntukkan secara pribadi

Egi Primayogha (2018) berpendapat bahwa terdapat berbagai faktor yang menjadi penyebab maraknya korupsi di tingkat desa antara lain: 

Pertama, minimnya pelibatan dan pemahaman warga akan proses pembangunan desa. Warga kerap dilibatkan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa, tetapi masih terbatas. Tidak banyak warga yang memiliki kemampuan cukup untuk memahami proses pembangunan, termasuk pemahaman anggaran di desa, hak dan kewajiban sebagai warga di desa, dan lainnya

Kedua, minimnya fungsi pengawasan anggaran di desa. Lembaga seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) belum sepenuhnya optimal dalam menjalankan pengawasan anggaran di desa. BPD seyogianya dapat berperan penting mencegah korupsi di desa, termasuk mendorong warga untuk bersama-sama mengawasi pembangunan di desa

Ketiga, terbatasnya akses warga terhadap informasi, seperti anggaran desa. Sebagai contoh, publikasi hanya seputar total jumlah anggaran yang diterima desa dan total jumlah pengeluaran. Sementara rincian penggunaan tidak dipublikasikan baik secara berkala, bahkan tidak diberikan sama sekali. 


Tidak tersedianya akses terhadap informasi membentuk warga tidak dapat berpartisipasi aktif sehingga pengawasan terhadap pembangunan desa menjadi minim.


Keempat, keterbatasan kemampuan dan ketidaksiapan mereka mengelola uang dalam jumlah besar.Korupsi di desa tak selalu disebabkan kehendak kepala desa atau perangkat desa untuk secara sengaja melakukannya, tetapi dapat terjadi karena keterbatasan kemampuan dan ketidaksiapan mereka mengelola uang dalam jumlah besar

Foto Tugu Antikorupsi di Pekanbaru, Provinsi Riau. Meski dibangun oleh pemerintah setempat untuk memperingati Hari Antikorupsi, dana pembangunannya justru dikorupsi.(Wikipedia)

Sumber:'Buku Panduan Desa Anti Korupsi', Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2021

Posting Komentar

0 Komentar